Wednesday, March 25, 2015

Dinner story

Setiap hari, sesampainya aku di rumah pulang kerja, kami ber-4 menyempatkan bermain sebentar, menunggu maghrib tiba.

Saat adzan berkumandang, walaupun dengan susah mengingatkannya, anak-anak akan ambil wudhu dan kamipun sholat berjamaah.

Selesai sholat, lanjut dengan makan malam sederhana.
Saat makan malam inilah ada momen yang sangat aku suka : saatnya untuk bercerita

20150325
#juststoryofmeherandthem

PELAJARAN DARI BEN: TENTANG MENJADI AYAH

PELAJARAN DARI BEN: TENTANG MENJADI AYAH
Sore ini saya mengikuti sebuah seminar di kampus saya, Monash University, bersama Dr. Ben Welling. Di usianya yang relatif muda, Ben dikenal sebagai seorang ahli dalam bidang politik dan sejarah Eropa dengan reputasi yang sangat baik. Sore ini, puluhan orang memenuhi mini-theatre berkapasitas sekitar 120 orang, khusus untuk mendengarkan ceramahnya.
Di tengah-tengah seminar, saat Ben dengan semangat menjelaskan sejarah nasionalisme di Eropa, saat semua orang khusuk menyimak, tiba-tiba telepon genggamnya berdering. Tentu saja dia merasa bersalah, "Maaf itu bunyi telepon saya," katanya. Lalu ia bergegas mengambil handphone-nya dari tas. Ia tampak ingin segera mematikan dering itu, tetapi nama yang muncul di layar menghentikannya.
"Ini dari anak saya," katanya kepada hadirin, "Bolehkah saya mengangkatnya sebentar saja?"
Para hadirin tersenyum sambil mengiyakan.
Lalu dengan rikuh Ben mengangkat teleponnya. Karena ruangan seminar begitu hening, kami bisa mendengarkan suara anak laki-lakinya di balik telepon.
"Hi, Dad!" Seru bocah di balik telepon.
"Hi!" Ben menjawab sambil merasa tidak enak pada kami semua, "What’s happened? Are you, OK? I'm in a lecture." Suara Ben khawatir.
Seolah tak menghiraukan apa yang sedang dilakukan ayahnya. Anak laki-laki itu terdengar terus berbicara sambil merengek. Tentu saja kami tak bisa mendengar pembicaraannya dengan jelas. Tetapi kami mengerti apa yang sedang anak itu minta dan tanyakan kepada ayahnya setelah mendengarkan respons Ben,
"Yes, honey," jawab Ben sambil tersenyum, "You can have fried rice..."
Ben menatap ke arah kami dengan senyum lebar. Kami seketika tertawa.
Tak lama Ben menutup teleponnya, "Jangan membuat ibumu marah. Ayah pulang sebentar lagi," katanya di akhir percakapan.
Kami masih tertawa dan tersenyum-senyum ketika Ben menutup teleponnya sambil memasang mode ‘silent’. "Maaf," katanya dengan rikuh, "Beginilah jadi seorang ayah. Mungkin kita seorang ahli dalam bidang tertentu, tapi bagi anak-anak di rumah, kita hanyalah seorang ayah… dan di antara pertanyaan yang perlu dijawab seorang ayah adalah bolehkah anaknya makan nasi goreng untuk makan malam?"
Kami semua tertawa. Lalu Ben melanjutkan ceramahnya. “OK, let’s back to the political scientist mode!” Katanya.
Hari ini, saya mendapatkan pelajaran baru tentang menjadi ayah. Siapapun kita di luar, sehebat apapun kita di mata orang-orang… Bagi anak-anak kita, kita tetaplah seorang ayah… Dan ayah yang hebat bukanlah seorang presiden, pengusaha kaya raya, tokoh masyarakat, atau orang penting di kantor… Ayah yang hebat adalah ayah yang benar-benar menjadi ayah bagi anak-anaknya.

Clayton, 25 Maret 2015
FAHD PAHDEPIE

New beginning

25/03/2015 ; 08:52
@Office : Mobiad Fortune Indonesia
Ragunan

Segala kita pasti mempunyai awal
Dan inilah awal itu

Enjoy

#juststoryofmeherandthem